Hadiah mayit

Menghadiahkan pahala sedekah untuk mayit termasuk praktik yang dibolehkan dan pahalanya bisa sampai kepada mayit. Di antara dalil tegas dalam masalah ini adalah hadis dari Aisyah
radhiallahu ‘anha , bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
ﺇِﻥَّ ﺃُﻣِّﻲَ ﺍﻓْﺘُﻠِﺘَﺖْ ﻧَﻔْﺴَﻬَﺎ ﻭَﻟَﻢْ ﺗُﻮﺹِ، ﻭَﺃَﻇُﻨُّﻬَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ، ﺃَﻓَﻠَﻬَﺎ ﺃَﺟْﺮٌ، ﺇِﻥْ ﺗَﺼَﺪَّﻗْﺖُ ﻋَﻨْﻬَﺎ؟ ﻗَﺎﻝَ : ‏« ﻧَﻌَﻢْ ﺗَﺼَﺪَّﻕْ ﻋَﻨْﻬَﺎ ‏»
“Ibuku mati mendadak, sementara beliau belum berwasiat. Saya yakin, andaikan beliau sempat berbicara, beliau akan bersedekah. Apakah beliau akan mendapat aliran pahala, jika saya bersedekah atas nama beliau?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “ Ya. Bersedekahlah atas nama ibumu .” (HR. Bukhari 1388 dan Muslim 1004)
Dalam hadis yang lain, dari Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhuma, bahwa ibunya Sa’d bin Ubadah meninggal dunia, ketika Sa’d tidak ada di rumah. Sa’d berkata,
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥَّ ﺃُﻣِّﻲ ﺗُﻮُﻓِّﻴَﺖْ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﻏَﺎﺋِﺐٌ ﻋَﻨْﻬَﺎ، ﺃَﻳَﻨْﻔَﻌُﻬَﺎ ﺷَﻲْﺀٌ ﺇِﻥْ ﺗَﺼَﺪَّﻗْﺖُ ﺑِﻪِ ﻋَﻨْﻬَﺎ؟ ﻗَﺎﻝَ : ‏« ﻧَﻌَﻢْ ‏»
“Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dan ketika itu aku tidak hadir. Apakah dia mendapat aliran pahala jika aku bersedekah harta atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “ Ya .” (HR. Bukhari 2756)
Hadis-hadis di atas menjadi dalil bahwa pahala sedekah atas nama mayit bisa sampai kepada mayit. Bahkan kata Imam Nawawi bahwa pahala sedekah ini bisa sampai kepada mayit dengan sepakat ulama. ( Syarh Shahih Muslim , 7:90)
Catatan:
Hadis di atas bukan dalil bolehnya tahlilan
Sebagian kalangan, menjadikan hadis di atas sebagai dalil bolehnya tahlilan, k enduri arwah, peringatan kematian , atau yasinan di rumah duka, dengan bilangan hari tertentu. Mereka beranggapan bahwa kegiatan ini ditopang berbagai dalil dan bahkan kesepakatan ulama, sebagaimana keterangan Imam Nawawi.
Jelas ini adalah pendapat yang salah, jika tidak dikatakan 100% salah. Orang yang berpendapat demikian, tidak bisa membedakan antara sedekah atas nama mayit dengan peringatan kematian di rumah duka. Anda yang membaca hadis di atas tentu sepakat bahwa dalam hadis tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyarankan agar dilakukan acara tertentu ketika bersedekah. Artinya, kapanpun, bagaimanapun, dimanapun sedekah itu dilakukan, jika itu atas nama mayit, insya Allah pahalanya akan sampai kepada mayit.
Seorang mukmin ketika ditanya, apakah sedekah harus menggunakan acara tahlilan dan yasinan, kemudian kumpul di rumah mayit??
Mereka akan menjawab: Tidak harus…!
Bahkan, jika dibandingkan, manakah yang lebih mendekati ikhlas, sedekah dengan mengundang tetangga ataukah sedekah diam-diam tanpa diketahui banyak orang?
Setiap mukmin akan menjawab, diam-diam itu lebih mendekati ikhlas, dan insya Allah pahalanya lebih besar. Apalagi jika sedekah yang Anda berikan itu digunakan untuk proyek dakwah yang pahalanya lebih permanen. Seperti untuk pendidikan Islam, penyebaran ilmu, pembangunan masjid, dan tempat ibadah, dll. Pahala yang sampai kepada mayit akan lebih permanen dan lebih lama.
Daripada sedekah itu diwujudkan dalam bentuk nasi dan makanan, dan itupun merata ke semua tetangga. Padahal, umumnya acara tahlilan, sedekahnya dalam bentuk nasi dan makanan. Tragisnya, ketika yang menerima ‘bingkisan sedekah’ atas nama jenazah itu adalah orangn kaya, ternyata makanan itu diberikan ke ayamnya atau dijemur untuk dijadikan nasi aking. Ya, bisa jadi, kira-kira begitu nasib sedekah Anda yang sebarkan melalui acara tahlilan.
www.konsultasisyariah.com/menghadiahkan-pahala-sedekah-untuk-mayit/

Post a Comment

أحدث أقدم